Friday, March 30, 2012

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN GANGGUAN KONJUNGTIVA

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN GANGGUAN KONJUNGTIVA
OLEH 
Ni Kadek Netiari                                  (10.321.0763)


STIKES WIRAMEDIKA PPNI BALI
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
2011/2012
LAPORAN PENDAHULUAN PADA
PASIEN GANGGUAN KONJUNGTIVA


KAJIAN TEORI

A.   DEFINISI

Peradangan konjungtiva disebut konjungtivitis. Konjungtivitis (mata merah) adalah inflamasi pada konjungtiva oleh virus, bakteri, clamydia, alergi, trauma/ sengatan matahari (Long B C, 1996).
Konjungtivitis adalah infeksi atau inflamasi pada konjungtiva mata dan biasa dikenal sebagai “pink eye”. Konjungtivitis biasanya tidak ganas dan bisa sembuh sendiri. Dapat juga menjadi kronik dan hal ini mengindikasikan perubahan degenerative atau kerusakan akibat serangan akut yang berulang. Klien sering datang dengan keluhan mata merah. Pada konjungtivitis didapatkan hyperemia dan injeksi konjungtiva, sedangkan pada  iritasi kojungtiva hanya injeksi konjungtiva dan biasanya terjadi karena mata lelah, kurang tidur, asap, debu, dan lain-lain.
 Konjungtivitis inflamasi dapat terjadi karena terpapar alergen atau iritan dan tidak menular. Konjungtivitis infeksi lebih banyak disebabkan oleh infeksi bakteri atau virus dan mudah menular. Penyebab tersering meliputi bakteri, virus dan klamidia. Sedangkan penyebab yang kurang sering adalah alergi, penyakit parasit dan yang jarang adalah infeksi jamur atau occupational irritant. Bentuk idiopatik dapat berhubungan dengan penyakit sistemik tertentu seperti ertema multipormis dan penyakit tiroid.
B.     KLASIFIKASI
            Konjungtivitis terbagi dalam tiga jenis, yaitu konjungtivitis alergi atau vernal, infeksi atau bacterial, dan viral
1.      Konjungtivitis Alergi
Infeksi ini bersifat musiman dan berhubungan dengan sesitifitas terhadap serbuk, protein hewani, bulu, makanan atau zat-zat tertentu, gigitan serangga dan atau obat (atropine dan antibiotic golongan mycin). Infeksi ini terjadi setelah terpapar zat kimia seperti hair spray, tatarias, asap rokok. Asma, demam kering dan eczema juga berhubungan dengan konjungtivitis alergi.
Gejala jenis konjungtivitis ini adalah edema konjungtiva ringan sampai berat, sensasi terbakar dan injeksi vaskuler. Lakrimasi kadang-kadang terjadi. Rasa gatal adalah yang paling parah pada bentuk konjungtivitis ini. Kadang-kadang didapatkan rabas seperti air.
2.      Konjungtivitis Infektif
Jenis konjungtivitis ini juga berhubungan dengan “pink eye” dan mudah menular. Wabah “pink eye” dapat terjadi pada populasi yang padat dan dengan standar kesehatan yang rendah. Penyebab infeksi ini adalah Staphylococcus aureus. Dapat juga terjadi setelah terpapar Haemophilus influenza atau N. gonorhoea. Dapat terjadi bersamaan dengan morbili, parotitis epidemika, bleferitis, obstruksi duktus nasolakrimalis, karena penyinaran cahaya (konjungtivitis elektrika).
Gejalanya, dilatasi pembuluh darah, edema konjungtiva ringan, epifora dan rabas pada awalnya encer akibat epifora tetapi secara bertahap menjadi lebih tebal atau mucus dan berkembang menjadi purulent yang menyebabkan kelopak mata menyatu dalam posisi tertutup terutama saat bangun tidur pagi hari. Dapat ditemukan kerusakan kecil pada epitel kornea.
3.      Konjungtivitis Viral
Jenis konjungtivitis ini adalah akibat infeksi human adenovirus (yang paling sering adalah keratokonjungtivitis epidemika) atau dari penyakit virus sistemik seperti mumps dan mononucleosis. Biasanya disertai dengan pembentukan folikel sehingga disebut juga konjungtivitis folikularis.
Gejalanya, pembesaran kelenjar limfe preaurikular, fotopobia dan sensasi adanya benda asing pada mata. Epiofora merupakan gejala terbanyak. Konjungtiva dapat menjadi kemerahan dan bisa terjadi nyeri periorbital.


C.    EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia penyakit ini masih banyak terdapat dan paling sering dihubungkan dengan penyakit tuberkulosis paru. Penderita lebih banyak pada anak-anak dengan gizi kurang atau sering mendapat radang saluran napas, serta dengan kondisi lingkungan yang tidak higiene. Pada orang dewasa juga dapat dijumpai tetapi lebih jarang.
Meskipun sering dihubungkan dengan penyakit tuberkulosis paru, tapi tidak jarang penyakit paru tersebut tidak dijumpai pada penderita dengan konjungtivitis flikten. Penyakit lain yang dihubungkan dengan konjungtivitis flikten adalah helmintiasis. Di Indonesia umumnya, terutama anak-anak menderita helmintiasis, sehingga hubungannya dengan konjungtivitis flikten menjadi tidak jelas. (Alamsyah, 2007)

D.    ETIOLOGI

Penyebab konjungtivis tergantung dari jenis konjungtivis. Berikut ini etiolgi berdasarkan klasifikasi konjungtivis yaitu
1.      Konjungtivis Alergi
Reaksi hipersensitivitas tipe cepat atau lambat atau reaksi antibodi humoral terhadap alergen. Pada keadaan yang berat merupakan bagian dari Sindrom Steven Johnson, suatu penyakit eritema multiforme berat akibat reaksi alergi pada orang dengan presdiposisi alergi obat-obatan. Pada pemakaian mata palsu atau lensa kontak juga dapat terjadi reaksi alergi.
2.      Konjungtivis Infektif
Disebabkan oleh bakteri seperti:
-         Stafilokok
-         Streptokok
-         Corynebacterium diphtheriae
-         Pseudomonas aeruginosa
-         Neisseria gonorrhoea
-         Haemophilus influenza


3.      Konjungtivis Viral
Disebabkan oleh virus seperti:
-         Adenovirus
-         Herpes simpleks
-         Herpes zoster
-         Klamidia
-         New castle
-         Pikorna
-         Enterovirus
E.     PATOFISIOLOGI
            Mikroorganisme (virus, bakteri, jamur), bahan alergen, iritasi menyebabkan kelopak mata terinfeksi Beberapa mekanisme melindungi permukaan mata dari substansi luar. Pada film air mata unsur berairnya mengencerkan materi infeksi, mucus menangkap debris dan kerja memompa dari palpebral secara tetap menghanyutkan air mata ke duktus air mata dan air mata mengandung substansi anti mikroba termasuk lisozim. Adanya agens perusak menyebabkan kerusakan pada epitel konjungtiva yang diikuti edema epitel, kematian sel eksfoliasi, hipertropi epitel atau granuloma mungkin pula terdapat edema pada stroma konjungtiva melalui epitel ke permukaan. Sel-sel ini kemudian bergabung dengan fibrin dan mucus dari sel goblet, membentuk eksudat konjungtiva yang menyebabkan perlengketan tepian palpebral pada bangun tidur.
Adanya peradangan pada konjungtiva ini menyebabkan dilatasi pembuluh-pembuluh konjungtiva posterior, ditandai dengan konjungtiva dan sclera yang merah, edema, rasa nyeri, dan adanya secret mukopurulent. Hal ini menyebabkan hiperemi yang tampak paling nyata pada forniks dan mengurang ke arah limbus. Pada hyperemia konjungtiva ini biasanya didapatkan pembengkakan dan hipertropi papilla yang sering disertai sensasi benda asing dan sensasi tergores, panas, atau gatal. Sensasi ini merangsang sekresi airmata. Transudasi ringan juga timbul dari pembuluh daah yang hyperemia dan menambah jumah airmata.Jika klien mengeluh sakit pada iris atau badan silier berarti kornea terkena.
            Akibat jangka panjang dari konjungtivitis yang dapat bersifat kronis yaitu mikroorganisme, bahan allergen, dan iritatif menginfeksi kelenjar air mata sehingga fungsi sekresi juga terganggu menyebabkan hipersekresi. Pada konjungtivitis ditemukan lakrimasi, apabila pengeluaran cairan berlebihan akan meningkatkan tekanan intra okuler yang lama kelamaan menyebabkan saluran air mata atau kanal schlemm tersumbat. Aliran air mata yang terganggu akan menyebabkan iskemia syaraf optik dan terjadi ulkus kornea yang dapat menyebabkan kebutaan. Kelainan lapang pandang yang disebabkan kurangnya aliran air mata sehingga pandangan menjadi kabur dan rasa pusing.

F.     PATHWAY

Gangguan rasa nyaman
Perlengketan tepian palpebra
Imunologi (alergi)
Iritatif (zat kimia, suhu, lingkungan, radiasi, trauma)
Terjadinya reaksi antigen dan antibodi
Menginfeksi konjungtiva
konjungtivitis
Kurang informasi
Bingung
Infeksius (virus,bakteri, jamur,)
Kurang pengetahuan
Mata terasa panas seperti terbakar
Pelebaran pembuluh darah
Hyperemia
(mata merah)
Fungsi sekresi kelenjar air mata terganggu
Lakrimasi ↑
TIO ↑
Tersumbatnya kanal schlemen
Iskemik saraf optic
Ulkus kornea
Terdapat Secret mukropurulen
↑ permebilitis sel
Oedema kelopak mata
Gangguan citra tubuh
Gangguan sensori perceptual : penglihatan
Peradangan
Nyeri

Risiko
infeksi
 

              

G.    MANIFESTASI KLINIS

Tanda-tanda konjungtivitis, yakni:
1.      Konjungtiva berwarna merah (hiperemi) dan membengkak.
2.      Produksi air mata berlebihan (epifora).
3.      Kelopak mata bagian atas nampak menggelantung (pseudoptosis) seolah akan menutup akibat pembengkakan konjungtiva dan peradangan sel-sel konjungtiva bagian atas.
4.      Pembesaran pembuluh darah di konjungtiva dan sekitarnya sebagai reaksi nonspesifik peradangan.
5.      Pembengkakan kelenjar (folikel) di konjungtiva dan sekitarnya.
6.      Terbentuknya membran oleh proses koagulasi fibrin (komponen protein).
7.      Dijumpai sekret dengan berbagai bentuk (kental hingga bernanah)
(Anonim, 2009).
Gejala
Konjungtiva yang mengalami iritasi akan tampak merah dan mengeluarkan kotoran. Konjungtivitis karena bakteri mengeluarkan kotoran yang kental dan berwarna putih. Konjungtivitis karena virus atau alergi mengeluarkan kotoran yang jernih. Kelopak mata bisa membengkak dan sangat gatal, terutama pada konjungtivitis karena alergi (Anonim, 2004).
Gejala lainnya adalah:
1.      Mata berair
2.      Mata terasa nyeri
3.      Mata terasa gatal
4.      Pandangan kabur
5.      Peka terhadap cahaya
H.    PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK / PENUNJANG
Pemeriksaan secara langsung dari kerokan atau getah mata setelah bahan tersebut dibuat sediaan yang dicat dengan pengecatan gram atau giemsa dapat dijumpai sel-sel radang polimorfonuklear. Pada konjungtivitis yang disebabkan alergi pada pengecatan dengan giemsa akan didapatkan sel-sel eosinofil.
Test komposisi air mata :
-         Schimer test
-         BUT
-         Ferning test
-         Uji Anel
-         Pemeriksaan swab sekret (gram , Giemsa )

I.       PENATALAKSANAAN

Konjungtivitis biasanya hilang sendiri. Tapi tergantung pada penyebabnya, terapi dapat meliputi antibiotika sistemik atau topical, bahan antiinflamasi, irigasi mata, pembersihan kelopak mata, atau kompres hangat. Bila konjugtivits disebabkan oleh mikroorganisme, pasien harus diajari bagaimana cara menghindari kontaminasi mata yang sehat atau mata orang lain. Perawat dapat memberikan instruksipada pasien untuk tidak menggosok mata yang sakit kemudian menyentuh mata yang sehat, untuk mencuci tangan setelah setiap kali memegang mata yang sakit, dan menggunakan kain lap, handuk, dan sapu tangan baru yang terpisah.
Terapi pada infeksi bakteri adalah dengan antibiotic (sulfonamid topikal), pada infeksi virus dengan sulfonamide/antibiotika tetes mata spectrum luas untuk mencegah infeksi sekunder, sedangkan untuk infeksi alergi diberikan vasokonstriktor tetes seperti nafazolin, kompres dingin, dan antihistamin oral
Penanganannya dimulai dengan edukasi pasien untuk memperbaiki higiene kelopak mata. Pembersihan kelopak 2 sampai 3 kali sehari dengan artifisial tears dan salep dapat menyegarkan dan mengurangi gejala pada kasus ringan.
Pada kasus yang lebih berat dibutuhkan steroid topikal atau kombinasi antibiotik-steroid. Sikloplegik hanya dibutuhkan apabila dicurigai adanya iritis. Pada banyak kasus Prednisolon asetat (Pred forte), satu tetes, QID cukup efektif, tanpa adanya kontraindikasi.
Apabila etiologinya dicurigai reaksi Staphylococcus atau acne rosasea, diberikan Tetracycline oral 250 mg atau erythromycin 250 mg QID PO, bersama dengan pemberian salep antibiotik topikal seperti bacitracin atau erythromycin sebelum tidur. Metronidazole topikal (Metrogel) diberikan pada kulit TID juga efektif. Karena tetracycline dapat merusak gigi pada anak-anak, sehingga kontraindikasi untuk usia di bawah 10 tahun. Pada kasus ini, diganti dengan doxycycline 100 mg TID atau erythromycin 250 mg QID PO. Terapi dilanjutkan 2 sampai 4 minggu. Pada kasus yang dicurigai, pemeriksaan X-ray dada untuk menyingkirkan tuberkulosis.
J.      KOMPLIKASI
Penyakit radang mata yang tidak segera ditangani/diobati bisa menyebabkan kerusakan pada mata/gangguan pada mata dan menimbulkan komplikasi. Beberapa komplikasi dari konjungtivitis yangtidak tertangani diantaranya:
1.      Glaukoma
2.      Katarak
3.      Ablasi retina
4.      Komplikasi pada konjungtivitis purulenta seringnya berupa ulkus kornea
5.      Komplikasi pada konjungtivitis membranasea dan pseudomembranasea adalah bila sembuh akan meninggalkan jaringan parut yang tebal di kornea yang dapat mengganggu penglihatan, lama- kelamaanorang bisa menjadi buta
6.      Komplikasi konjungtivitis vernal adalah pembentukan jaringan sikratik dapat mengganggu penglihatan

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA

PASIEN GANGGUAN KONJUNGTIVA


A.    PENGKAJIAN
Anamnesis
Kaji gejala yang dialami klien sesuai dengan jenis konjungtivitis yang terjadi, meliputi gatal dan rasa terbakar pada alergi; sensasi benda asing pada infeksi bakteri akut dan infeksi virus; nyeri dan fotofobia jika kornea terkena; keluhan peningkatan produksi airmata; pada anak-anak dapat disertai dengan demam dan keluhan pada mulut dan tenggorok. Kaji riwayat detail tentang masalah sekarang dan catat riwayat cedera atau terpajan lingkungan yang tidak bersih.
Pemeriksaan
Pemeriksaan fisik (inspeksi) untuk mencari karakter/tanda konjungtivitis yang meliputi :
1.      Hiperemi konjungtiva yang tampak paling nyata pada fornix dan mengurang kea rah limbus.
2.      Kemungkinan adanya secret :
a.       Mukopurulen dan berlimpah pada infeksi bakteri, yang menyebabkan kelopak mata lengket saat bangun tidur.
b.      Berair/encer pada infeksi virus.
3.      Edema konjungtiva
4.      Blefarospasme
5.      Lakrimasi
6.      Konjungtiva palpebra (merah,kasar seperti beludru karena ada edema dan infiltrasi).
7.      Konjungtiva bulbi, injeksi konjungtiva banyak, kemosis, dapat ditemukan pseudo membrane pada infeksi pneumokok.Kadang-kadang disertai perdarahan subkonjungtiva kecil-kecil baik di konjungtiva palpebral maupun bulbi yang biasanya disebsbkan pneumokok atau virus.


Pemeriksaan Penunjang
1.      Pemeriksaan laboratorium
2.      Pemeriksaan visus, kaji visus klien dan catat derajad pandangan perifer klien karena jika terdapat secret yang menempel pada kornea dapat menimbulkan kemunduran visus/melihat halo.

B.     DIAGNOSA KEPERAWATAN

1.      Nyeri berhubungan dengan peradangan ditandai dengan rasa panas pada mata
2.      Gangguan rasa nyaman yang berhubungan dengan edema dan iritasi konjungtiva ditandai dengan peningkatan eksudasi, fotofobia lakrimasi dan rasa nyeri.
3.      Gangguan sensori perseptual berhubungan dengan ulkus kornea yang ditandai dengan adanya sekret purulen.
4.      Gangguan konsep diri (body image menurun) berhubungan dengan adanya perubahan pada kelopak mata (bengkak /edema)
5.      Resiko tinggi penularan penyakit pada mata yang lain atau pada orang lain yang berhubungan dengan keterbatasan pengetahuan klien tentang penyakit.
6.      Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang kondisi prognosis dan pengobatan proses penyakit


C.    INTERVENSI KEPERAWATAN

No DX

Tujuan dan Kreteria Hasil

Intervensi

Rasional
1
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan nyeri klien teratasi dengan Kriteria hasil:
-         Nyeri berkurang atau terkontrol.
a)      Kaji tingkat nyeri yang dialami oleh klien.
b)      Ajarkan kepada klien metode distraksi selama nyeri, seperti nafas dalam dan teratur.
c)      Ciptakan lingkungan tidur yang nyaman, aman dan tenang.

d)     Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesic.
a)      Untuk mengetahui tingat nyeri klien dan menentukan intervensi selanjutnya
b)      Untuk meminimalkan nyeri klien


c)      Merupakan suatu cara pemenuhan rasa nyaman kepada klien dengan mengurangi stressor yang berupa kebisingan.
d)     Menghilangkan nyeri, karena memblokir syaraf penghantar nyeri.

2
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan klien merasa nyaman dengan Kriteria hasil:
-         Melakukan tindakan untuk mengurangi nyeri/fotofobia/eksudas.
-         Menunjukkan perbaikan keluhan.
a)      Kompres tepi palpebral (mata dalam keadaan tertutup)dengan larutan salin kurang lebih selama 3 menit
b)      Usap eksudat secara perlahan dengan kapas yang sudah dibasahi salin dan setiap pengusap hanya dipakai satu kali
c)      Beritahu klien agar tidak menutup mata yag sakit.
d)     Anjurkan klien menggunakan kacamata (gelap).




e)      Anjurkan pada klien wanita konjungtivitis alergi agar menghindari atau mengurangi penggunaan tatarias hingga semua gejala konjungtivitis hilang. Bantu klien mengidentifikasi sumber allergen yang lain. Tekankan pentingnya kacamata pelindung bagi klien yang bekerja dengan bahan kimia iritan.
f)       Kaji kemampuan klien menggunakan obat mata dan ajarkan klien cara menggunakan obat tetes mata atau salep mata.
g)      Kolaborasi dalam pemberian: Antibiotik




h)      Kolaborasi dalam pemberian: Analgesik ringan seperti asetaminofen
i)        Kolaborasi dalam pemberian: Vasokonstriktor seperti nafazolin.

a)      Melepaskan eksudat yang lengket pada tepi palpebral.


b)      Membersihkan palpebral dari eksudat tanpa menimbulkan nyeri dan meminimalkan penyebaran mikroorganisme.


c)      Mata tertutup merupakan media terbaik bagi pertumbuhan mikroorganisme.
d)     Pada klien fotofobi, kacamata gelap dapat menurunkan cahaya yang masuk pada mata sehingga sensitivitas terhadap cahaya menurun. Pada konjungtivitis alergi, kacamata dapat mengurangi ekspose terhadap allergen atau mencegah iritasi lingkungan.
e)      Mengurangi expose allergen atau iritan.










f)       Mengurangi resiko kesalahan penggunaan obat mata.



g)      Mempercepat penyembuhan pada konjungtivitis infektif dan mencegah infeksi sekunder pada konjungtivitis viral. Tetes mata diberikan pada siang hari dan salep mata diberikan pada malam hari untuk mengurangi lengketnya kelopak mata pada pagi hari.
h)      Mengurangi nyeri seperti nyeri periorbital pada konjungtivitis viral.

i)        Mengurangi dilatasi pembuluh darah pada konjungtivitis alergi.

3
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan penglihatan kliean kembali normal dengan Kriteria hasil:
-         Mengenal gangguan sensori an berkompensasi terhadap perubahan
-         Mengidentifikasi/memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan
a)      Pastikan derajat/tipe kehilangan penglihatan
b)      Dorong mengekspresikan perasaan tentang kehilangan atau kemungkinan kehilangan penglihatan
c)      Tunjukkan pemberian tetes mata, contoh menghitung tetesan, mengikuti jadwa, tidak salah dosis
d)     Lakukan tindakan untuk membantu pasien menangani keterbatasan penglihatan.

a)      Mempengaruhi harapan masa depan pasien dan pilihan intervensi
b)      Sementara intervensi dini mencegah kebutaan, pasien menghadapi kemungkinan atau mengalami pengalaman kehilangan penglihatan sebagian atau total.
c)      Mencegah penglihatan lebih lanjut



d)     Menurunkan bahaya keamanan sehubungan dengan perubahan lapang pandang/kehilangan penglihatan dan akomodasi pupil terhadap sinar lingkungan.

4
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan tidak tejadi gangguan konsep diri dengan Kriteria hasil:
-         Mendemonstrasikan respon adaptif perubahan konsep diri.
-         Mengekspresikan kesadaran tentang perubahan dan perkembangan ke arah penerimaan.
a)      Dorong pengungkapan perasaan dan menerima apa yang dikatakannya.
b)      Berikan lingkungan yang bisa menerima keadaan dirinya
c)      Diskusikan peradangan terhadap citra diri dan efek yang ditimbulkan dari penyakit.
a)      Membantu pasien untuk memulai perubahan dan mengurangi rasa malu.

b)      Meningkatkan rasa aman, mendorong verbalisasi.
c)      Persepsi pasien mengenai perubahan pada citra diri mungkin terjadi secara tiba-tiba atau kemudian.
5
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan tidak tejadi penyebaran infeksi dengan Kriteria hasil:
-         Mempunyai pengetahuan yang adekuat tentang tindakan pencegahan penularan.
-         Melakukan tindakan pencegahan penularan penyakit.
-         Tidak terjadi penularan penyakit pada mata yang lain, atau orang lain.

a)      Beritahu klien untuk mencegah pertukaran sarung tangan, handuk dan bantal dengan anggota keluarga yang lain. Klien sebaiknya menggunakan tisu, bukan saputangan dan tissue ini harus dibuang setelah pemakaian satu kali saja
b)      Ingatkan klien untuk tidak menggosok mata yang sakit atau kontak sembarangan dengan mata
c)      Beritahu klien tentang tekhnik cuci tangan yang tepat.Anjurkan klien untuk mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan pengobatan dan gunakan saputangan atau handuk bersih. Beritahu klien untuk menggunakan tetes atau salep mata dengan benar tanpa menyentuhkan ujung botol pada mata/bulu mata klien.
d)     Bersihkan alat yang digunakan untuk memeriksa klien

a)     Meminimalkan resiko penyebaran infeksi.







b)     Menghindari penyebaran infeksi pada mata yang lain dan pada orang lain.


c)     Prinsip higienis perlu ditekankan pada klien untuk mencegah replikasi kuman sehinnga penyebaran infeksi dapat dicegah.








d)    Mencegah infeksi silang pada klien yang lain.
6
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan pemenuhan informasi klien terpenuhi dengan Kriteria hasil:
-         Klien menyatakan pemahaman tentang kondisi, prognosis dan pengobatan.
-         Klien dapat mengidentifikasi hubungan tanda/gejala dengan proses penyakit.

a)      Tunjukan teknik yang benar untuk pemberian tetes mata, minta pasien untuk mengulangi tindakan.
b)      Kaji pentingnya mempertahankan jadwal obat, contoh : tetes mata. Diskusikan obat-obatan tang harus dihindari
c)      Identifikasi efek samping yang merugikan dari penggunaan obat.
d)     Anjur untuk memeriksa secara rutin.
a)   Meningkatkan keefektifan pengobatan, memberikan kesempatan untuk pasien menunjukan kompetensi dan menanyakan pertanyaan.
b)   Mempertahankan konsistensi program obat adalah hal yang penting. Beberapa obat dapat menyebabkan dilatasi pupil, peningkatan TIO dan potensial kehilangan penglihatan tambahan.

c)   Efek samping obat yang merugikan mempengaruhi rentang dari ketidaknyamanan sampai ancaman kesehatan berat.
d)  Mengawasi kemajuan/pemeliharaan penyakit untuk memungkinkan intervensi dini

D.    IMPLEMENTASI
Sesuai dengan intervensi
E.     EVALUASI
Diagnose (Dx):
1.      Nyeri klien teratasi
2.      Klien merasa nyaman
3.      Penglihatan kliean kembali normal
4.      Tidak tejadi gangguan konsep diri
5.      Tidak tejadi penyebaran infeksi
6.      Pemenuhan informasi klien terpenuhi


DAFTAR PUSTAKA

Arief Mansjoer,dkk.1999. Kapita Selekta Kedokteran. Ed. 3 jilid 1. Jakarta: Penerbit Media
Esculapius FKUI..
Arthur C. Guyton and John E. Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta: EGC.
Daniel G. Vaughan, dkk. 2000. Oftamologi Umum. Jakarta: Widya Medika.
Marylin E. Doengoes, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta: Peneribit Buku Kedokteran EGC.
Smeltzer Bare, dkk. 1997. Keperawatan Medikal Bedah Volume III. Jakarta: EGC.